PERAN PENDIDIKAN DALAM MENSEJAHTERAKAN MASYARAKAT PEDESAAN

1 . Latar Belakang

Pada saat ini tingkat kesejahteraan di Indonesia masih relatif rendah, salah satu buktinya adalah semakin meningkatnya angka kemiskinan terutama di wilayah pedesaan. Sebagian besar mayarakat desa dikatakan miskin karena memiliki ketidakberdayaan dalam beberapa aspek.

Pada hakikatnya pemberdayaan diartikan sebagai proses belajar mengajar yang dilakukan secara terencana untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri manusia sehingga mampu melakukan transformasi sosial (Prijono dan Pranarka 1996: 72 ).Secara umum, masyarakat desa memiliki sumberdaya yang sangat terbatas. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya tingkat pendidikan di pedesaan. Menurut Mohammad Ali (2009: 58) dalam buku “Pendidikan untuk Pembangunan Nasional” dijelaskan bahwa “pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam pembangunan nasional”, oleh karena itu aspek yang penting untuk diperhatikan untuk memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan karena dengan pendidikan kita tidak hanya mempunyai bekal pengetahuan tetapi juga memiliki kemampuan untuk berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan pembangunan masyarakat.

Dengan adanya pendidikan, masyarakat bisa berpikir kreatif dan mampu mengikuti perubahan seperti penggunaan inovasi baru, penerapan teknologi, dan pola pikir yang brorientasi pada pembangunan. Masyarakat yang tidak mampu berubah untuk mengikuti perkembangan zaman akan semakin tertinggal. Dalam keadaan seperti ini, struktur ekonomi masyarakat pedesaan akan tetap berada dalam ambang kemiskinan. Selain itu, Gregorius Sahdan (2005) mengungkapkan  mengenai sejumlah variabel yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi masalah dalam kemiskinan, salah satu dimensinya adalah pendidikan yaitu rendahnya pendidikan merupakan salah satu penyebab kemiskinan.

Latar belakang inilah yang perlu dibenahi dalam sistem masyarakat di pedesaan karena hal ini sudah menjadi suatu budaya di pedesaan sehingga memang tidak salah jika masyarakat pedesaan dikatakan masyarakat miskin, baik miskin dalam hal materi, sumberdaya manusia, maupun akses terhadap informasinya. Oleh karena itu, peran pendidikan dalam masyarakat pedesaan sangatlah penting untuk dapat memberdayakan masyarakat dari masalah kemiskinan.

 

2. Rumusan Masalah


a)         Bagaimana perhatian masyarakat desa terhadap pendidikan?

b)        Apa peran pendidikan dalam merubah mekanisme kehidupan masyarakat desa agar dapat terberdayakan?

3. Tujuan


Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui pentingnya peran pendidikan sebagai dasar dalam upaya pembangunan masyarakat khususnya masyarakat pedesaan, serta meningkatkan kepedulian dan minat masyarakat desa terhadap pendidikan dengan jenjang yang lebih tinggi.

4 . Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari makalah ini adalah agar masyarakat desa termotivasi untuk lebih memperhatikan pendidikan untuk menata kehidupan yang lebih baik, serta diharapkan mampu menghadapi persaingan global, seperti persaingan dalam hal pendapatan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta persaingan lain yang bersifat global.

PENDIDIKAN UNTUK MASYARAKAT DESA



1. Gambaran Mengenai Pendidikan dalam Pembangunan Pedesaan


Pendidikan memiliki banyak fungsi khususnya dalam pembangunan, hal ini dapat dilihat dari fungsi pendidikan untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan dalam memasuki dunia kerja atau menjadi masyarakat yang produktif.[1] Selain itu, Djojonegoro (1992) dikutip dalam Ali (2009: 124) mengungkapkan bahwa “…Pendidikan juga dipandang sebagai usaha sosial. Pendidikan diberikan kepada mereka yang memerlukan peningkatan kemampuan. Penyelenggaraan pendidikan ditujukan pada terjadinya perubahan dalam kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik.”

Berdasarkan fungsi pendidikan diatas sangatlah jelas bahwa pengaruh pendidikan sangat besar terhadap perubahan masyarakat, dalam hal ini perubahan yang dimaksud adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat khususnya dalam perekonomian.

Adapun jalur pendidikan[2], perlunya pembangunan dalam bidang pendidikan di desa bukan hanya melalui pendidikan formal yang merupakan pendidikan berjenjang karena mereka bukan hanya membutuhkan pendidikan formal saja tetapi keahlian lain juga perlu dikembangkan seperti pendidikan bagaimana cara bergaul, pendidikan spiritual keagamaan (pengajian, dakwah, dsb), pendidikan melatih kreativitas, dan lain sebagainya.

a. Pendidikan Formal


Pendidikan formal[3] merupakan target utama yang perlu dikembangkan di pedesaan karena dalam pendidikan formal banyak dikaji mengenai pengetahuan atau ilmu yang sifatnya global (bukan pengetahuan warisan leluhur) yang akan mengantarkan masyarakat desa menuju kehidupan yang lebih baik.

Untuk mengembangkan pendidikan formal dibutuhkan sumberdaya pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana[4]. Komponen-komponen dalam sumberdaya pendidikan tersebut belum seluruhnya terpenuhi untuk kategori pedesaan. Pada umumnya dana merupakan masalah yang paling pokok dalam melakukan usaha tersebut. Begitu pula sarana untuk pendidikan belum memadai seperti gedung sekolah, buku pedoman untuk belajar, serta sarana lain yang menunjang pendidikan. Semua yang dibutuhkan tersebut memerlukan biaya, oleh karena itu cukup sulit bagi masyarakat desa untuk mengeluarkan biaya di luar kebutuhan pokoknya (biaya makan, kesehatan, dan lain-lain). Penghasilan yang mereka peroleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alasan lain, orang tua di desa menganggap bahwa jika anaknya sudah mampu bekerja untuk membantu penghasilan orang tua tidak perlu lagi sekolah tinggi untuk mendapatkan ilmu.

b. Pendidikan Informal


Pendidikan informal adalah pendidikan yang didapat seseorang dari lingkungan hidupnya yang tidak bersifat formal. Pendidikan ini biasanya diperoleh dari orang tua, keluarga, dan individu lainnya dalam masyarakat, misalnya cara orang tua mengajari anaknya untuk berjalan, berbicara, dan sebagainya.

Pendidikan ini dibutuhkan untuk membentuk perilaku dan kepribadian anak serta menentukan bagaimana anak berperilaku seperti kesopanan dalam berbicara dan bersikap, memiliki tanggung jawab yang tinggi, patuh terhadap orang tua atau menjadi anak yang pembangkang.

Pendidikan informal sudah secara otomatis ada di setiap kalangan masyarakat baik di desa maupun di kota. Sejak manusia lahir, orang tua mereka dengan senang akan mengajari hal-hal yang baik kepada anaknya.

c. Pendidikan Nonformal


Pendidikan nonformal dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang[5], namun peserta didiknya memiliki usia yang relatif heterogen. Tujuan pendidikan nonformal adalah untuk membantu mengembangkan potensi dan bakat peserta didik. Dengan adanya pendidikan nonformal diharapkan masyarakat mampu meguasai pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki.

Aplikasi dari pendidikan nonformal adalah pendidikan anak usia dini, pendidikan untuk tuna aksara, pendidikan keterampilan seperti kursus, pelatihan (karate, silat, sanggar tari, dan lain-lain), serta pendidikan lain yang sejenis.

Untuk masyarakat desa pada umumnya pendidikan nonformal dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan mengenai inovasi baru yang menjadi suatu pengetahuan baru bagi masyarakat tersebut. Selain itu, pendidikan untuk tuna aksara juga dapat dilakukan di desa karena masih banyak masyarakat yang belum mengenal tulisan. Keterampilan-keterampilan lain juga dapat diberikan kepada kaum muda untuk lebih kreatif dalam membuat suatu karya.

2. Kondisi Pedesaan


Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam upaya pembangunan pedesaan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pendidikan membutuhkan sumberdaya pendidikan. Hal yang perlu diperhatikan terutama adalah kondisi ekonomi masyarakat desa, kondisi fisik atau tempat sebagai sarana pendidikan, dan tersedianya tenaga kependidikan.

a. Kondisi Ekonomi


Perekonomian masyarakat desa tidak sama dengan masyarakat kota yang pada umumnya memiliki pendapatan yang lebih besar daripada pendapatan masyarakat desa. Hal ini sah saja karena lapangan pekerjaan di kota sangat banyak dan beragam sehingga jenis pekerjaan serta tingkat pendapatan mereka relatif heterogen dan lebih tinggi.

Sangat berbeda dengan masyarakat kota, masyarakat desa masih memiliki tingkat pendapatan yang relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari jenis pekerjaan mereka yang mayoritasnya adalah petani dan buruh konveksi yang penghasilannya kurang mencukupi untuk kebutuhan sekunder ataupun tersier, bahkan mereka ada yang bermigrasi ke kota untuk mencari nafkah agar memperoleh penghasilan yang lebih baik.

Kemiskinan bukan merupakan masalah baru di pedesaan, kondisi di atas merupakan salah satu gambaran kemiskinan di pedesaan. IG. W. Murjana Yasa (2008: 87) mendefinisikan kemiskinan sebagai “standar hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan”. IG. W. Murjana Yasa (2008: 87) juga menyebutkan beberapa faktor penyebab kemiskinan antara lain adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumberdaya, adanya perbedaan dalam kualitas sumberdaya, serta adanya perbedaan akses dalam modal.

Dalam kondisi ekonomi seperti ini sulit bagi masyarakat desa yang secara umum dikategorikan belum sejahtera dalam aspek ekonomi untuk memperoleh pendidikan yang tinggi karena dalam prosesnya membutuhkan biaya tinggi. Oleh karena itu, kebanyakan orang tua di desa menyarankan agar anak-anaknya lebih baik bekerja daripada melanjutkan pendidikan yang masih memerlukan banyak waktu dan biaya yang tinggi. Keterbatasan pendapatan masyarakat desa dapat mempengaruhi partispasi mereka dalam pendidikan sebagaimana dapat dilihat pada tabel dan gambar partisipasi sekolah menurut golongan pendapatan (tabel dan gambar dilampirkan).

Faktor utama yang menjadi penyebab kemiskinan adalah tingkat pendapatan yang rendah, namun menurut Quibria M.G (1996) dikutip dalam Sumarti (2007 hal: 219) :

“Kemiskinan: adalah kondisi yang bersifat multidimensional, tidak hanya mencakup tingkat pendapatan yang rendah, tetapi juga (a) Kurangnya kesempatan/ akses. Pendapatan yang rendah terkait erat dengan distribusi asset fisik (lahan), sumberdaya manusia, dan asset sosial, serta kesempatan usaha/ kerja; (b) Rendahnya kemampuan (pendidikan dan kesehatan); Rendahnya tingkat keamanan (Jaminan terhadap resiko dan tekanan ekonomi) baik di tingkat nasional, lokal, maupun rumahtangga (individu); (d) Pemberdayaan (kapasitas golongan miskin untuk mengakses dan mempengaruhi kelembagaan dan proses sosial yanh membentuk alokasi sumberdaya)”.

b. Kondisi Fisik/ Tempat


Sarana pendidikan merupakan komponen sumberdaya pendidikan yang penting karena jika sarana pendidikan kurang memadai, keberlangsungan proses pendidikan akan terganggu.

Keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan dapat menjadi penghambat dalam proses pendidikan karena tanpa adanya sarana seperti gedung sekolah yang layak, buku panduan yang dipakai, dan sebagainya akan menyulitkan pengajar dalam proses belajar mengajar. Selain itu, lokasi yang terlalu jauh dari kota dapat menyebabkan distribusi dari pemerintah kurang berjalan dengan baik sehingga berpengaruh pada lambatnya proses pendidikan di desa.

c. Tenaga Pendidik


Tenaga pendidik merupakan komponen yang harus ada dalam proses belajar mengajar baik dalam pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Sebagaimana dijelaskan oleh Prijono dan Pranarka (1996: 78) bahwa “Yang dimaksud dengan tenaga kependidikan adalah semua orang yang bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan”. Dalam hal ini guru merupakan salah satu unsur tenaga kependidikan. Oleh karena itu, peran guru dalam pendidikan adalah penting dalam memfasilitasi proses belajar mengajar. Seperti yang dijelaskan oleh Prijono dan Pranarka (1996: 73) bahwa “…guru dan dosen sebagai pelaksana pendidikan yang merupakan faktor kunci dalam pemberdayaan”.

3. Karakteristik Mayarakat Desa


Masyarakat desa pada umumnya memiliki tradisi yang masih terikat pada budaya-budaya yang diwariskan oleh leluhur mereka. Masih banyak kebiasaan-kebiasaan yang merupakan adat setempat dan harus dipatuhi oleh masyarakatnya. Ketersediaan sumberdaya alam yang melimpah merupakan nikmat yang luar biasa bagi mereka, karena dari sumberdaya tersebut mereka memperoleh pekerjaan.

Menurut Asriyanto (2009), terdapat komponen-komponen penting yang ada di pedesaan antara lain jenis pekerjaan, lingkungan alam, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, heterogenitas dan homogenitas penduduk, differensiasi dan stratifikasi sosial, mobilitas sosial, dan sistem interaksi sosial.

Asriyanto (2009) mengemukakan bahwa “Pertanian juga merupakan sektor yang bertumpu pada pemanfaatan sumberdaya alam dan hampir seluruhnya berada di pedesaan”. Hal ini menunjukkan bahwa jenis pekerjaan di desa relatif homogen yaitu bergantung pada  sektor pertanian khususnya pertanian lahan sawah. Mereka bertani di sawah dengan menanam dan memanen padi, sebagian hasilnya di konsumsi untuk sendiri (subsisten) dan sebagian lagi dijual untuk mendapatkan penghasilan lebih. Selain bertani di sawah, mereka juga beternak seperti ternak ikan, ayam, itik, kambing, sapi, atau kerbau.

Sebagian besar pekerjaan di desa adalah memanfaatkan sumberdaya yang ada, menyatu dengan alam, dan belum mengenal teknologi pada umumnya.

Lingkungan alam merupakan faktor penentu bagi pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat desa. Masyarakat desa yang tinggal di area yang memiliki lahan sawah luas berpotensi bekerja sebagai petani lahan sawah, begitu juga dengan masyarakat yang tinggal dekat dengan laut sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai nelayan.

Jika dilihat dari ukuran komunitasnya, jumlah penduduk di desa tidak sepadat penduduk kota karena sebagian besar wilayah pedesaan adalah lahan sumberdaya alam sehingga masyarakat lebih memilih untuk memanfaatkannya untuk lahan pencarian nafkah daripada menambah komuntias. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka lahan subur sebagai sumber nafkah akan berkurang karena dijadikan pemukiman[6]. Komponen pedesaan berikutnya adalah derajat heterogenitas dan homogenitas penduduk. Penduduk desa relatif homogen, hal ini dapat terlihat dalam kesamaan pekerjaan[7], kesamaan keturunan atau ras, dan kesamaan budaya. Masyarakat desa pada umumnya hanya melakukan interaksi sosial dengan komunitasnya, artinya masyarakat desa kurang berinteraksi dengan luar komunitasnya atau masyarakat luar.

KESIMPULAN


Dari pembahasan mengenai perlunya pendidikan untuk mampu memberdayakan masyarakat desa dapat disimpulkan bahwa pendidikan di pedesaan masih kurang diperhatikan oleh masyarakatnya karena mereka belum memahami pentingnya pendidikan sebagai penunjang kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya upaya baik dari pemerintah  daerah, pemerintah pusat, maupun pihak-pihak lain yang bersangkutan (instansi pndidikan lain) untuk membantu menyadarkan masyarakat pedesaan mengenai pentingnya pendidikan agar pendidikan dapat menjadi suatu hal yang pokok atau penting dalam masyarakat pedesaan.

SARAN


Dalam upaya pembangunan pedesaan ini, diharapkan bukan hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta instansi pendidikan lainnya yang ikut serta dalam meningkatkan pendidikan di pedesaan tetapi juga dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang mau secara sukarela untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran agar masyarakat desa berhasil diberdayakan melalui jalur pendidikan.


[1] Mohammad Ali. 2009. Pendidikan untuk Pembangunan Nasional. Bandung: PT IMPERIAL BHAKTI UTAMA.  Hal. 59

[2] Lihat dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003 hal. 4

[3] UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003 Loc.cit hal. 4

[4] UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003 Ibid, hal. 6

[5] UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003 Loc.cit hal. 4

[6] Terinspirasi dari tulisan Asriyanto (2009) dalam Jurnal Pertanian Pedesaan dan Lingkungan Hidup

[7] Rata-rata pekerjaan yang mereka geluti adalah petani

DAFTAR PUSTAKA


Ali Mohammad. 2009. Pendidikan untuk pembangunan nasional. Bandung: PT IMPERIAL BHAKTI UTAMA. x hal.

Asriyanto. 2009. Membangun manusia pedesaan. Jurnal Pertanian Pedesaan dan Lingkungan Hidup [Internet]. [dikutip 25 Desember 2010]. Dapat diunduh dari http://sosektani.wordpress.com20090107120.htm.

S. Prijono Onny, Pranarka A.M.W, penyunting. 1996. Pemberdayaan: konsep, kebijakan, dan implementasi. Jakarta: Centre for Strategic and International Studies. x hal.

Sahdan Gregorius. 2005. Menanggulangi kemiskinan desa. Jurnal Ekonomi Rakyat [Internet]. [dikutip 29 Desember 2010]. Dapat diunduh dari http://www.ekonomirakyat.org/edisi_22artikel_6.htm.

Sumarti Titik. 2007. Kemiskinan petani dan strategi nafkah ganda rumahtangga pedesaan [Internet]. [dikutip 20 Desember 2010]; Vol. 01, No. 02: 1978-4333. Dapat diunduh dari http://jurnalsodality.ipb.ac.id/jurnalpdf/edisi2-3.pdf.

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003. Republik Indonesia.

Widianto Bambang. 2006. Bantuan tunai bersyarat. Pusat Data dan Informasi Kemiskinan Departemen Sosial Republik Indonesia [Internet]. [dikutip 09 Januari 2011]. Dapat diunduh dari http://kfm.depsos.go.id/mod.php?mod=userpage id=6

Yasa IGW Murjana. 2008. Penanggulangan kemiskinan berbasis partisipasi masyarakat di Provinsi Bali. INPUT Jurnal Ekonomi dan Sosial [Internet]. [dikutip 25 Desember 2010]; Vol. 2, No. 2- Agustus 2008. Dapat diunduh dari http://www.ejournal.unud.ac.id.


Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!